Posted by Ahli KartonMonday, February 17, 201414 comments
Pengantar
Mengapa Undang-Undang Desa yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 itu terasa begitu istimewa? Bahkan berkali-kali Kepala Desa dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta melakukan unjuk rasa menuntut agar RUU Desa segera disahkan menjadi Undang-Undang. Apa keistimewaan Undang-undang Desa tersebut ? Untuk mengetahui jawabannya ikuti uraian berikut ini. Setelah melalui perdebatan panjang selama 7 tahun akhirnya sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember 2013 menyetujui rancangan Undang-Undang Desa untuk disahkan menjadi Undang-Undang Desa. Ribuan Kepala Desa diseluruh Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh dengan sukacita, kecuali daerah Padang Sumatera Barat yang menolak Undang-Undang tersebut.
1. Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke Desa
Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang
Desa maka tiap Desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui
APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada pasal 72 ayat (1)
mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan "alokasi dana
desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama disebutkan
"Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling
sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus".
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. "Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya," ujar dia.
Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman
Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus harus diberikan ke Desa.
"Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer daerah," kata
Budiman. Artinya, kata Budiman, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar
72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa.
"Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah penduduk,
jumlah kemiskinan," ujarnya.
Dana itu, kata Budiman, diajukan desa melalui Badan
Pemusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang
turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan
Pemerintah Desa. "Mereka bersidang minimal setahun sekali," ujar
Budiman.
2. Penghasilan Kepala Desa
Selain Dana Milyaran Rupiah, keistimewaan berikutnya adalah
menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Kepala Desa atau
yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan.
Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan
dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain
penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh
jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah.
3. Kewenangan Kepala Desa
Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa
tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang
merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya
peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu
sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Hal ini ditegaskan oleh Bachruddin
Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa).
“Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat,
bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang
berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya," kata Bachruddin Nasori.
Apakah dengan demikian Kepala Desa akan menjadi Raja-raja
kecil ?
Walaupun dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa mempunyai
kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi seorang
Kepala Desa tidak boleh menjadi Raja Kecil. Mantan Ketua Pansus Rancangan
Undang-Undang Desa DPR RI, Budiman Sujatmiko, pada acara sosialisasi UU Desa
untuk 253 kepala desa di Kabupaten Subang, Sabtu (11/1/ 2014), menegaskan
"Saudara kelak tidak boleh jadi raja-raja kecil di desa," ujar
Budiman yang disambut aplous seluruh kepala desa yang hadir.
Dikatakan Budiman, kewenangan dan alokasi dana yang besar
yang diamanatkan UU Desa itu, tidak ada satu pasal pun yang
mengisyaratkan monopoli kebijakan Kepala Desa. Bahkan, lanjut
Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk
mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang akan
dilakukannya kelak.
4. Masa Jabatan Kepala Desa bertambah
Dengan Undang-Undang Desa yang baru masa jabatan Kepala Desa
adalah 6 tahun dan dapat dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa
jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut (pasal 39).
Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa, mereka bisa
menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut
maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku
sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa
menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
5. Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa.
Menurut pasal 55 UU Desa yang baru, Badan Permusyawaratan
Desa mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Disini ada penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c yaitu
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004,dimana dalam pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan
Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Banyak kalangan meragukan keefektifan Undang-Undang ini.
Keraguan mereka terutama pada kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu
besar. Jangan-jangan dana ini akan menjadi bancaan bagi Desa yang menerimanya.
Menanggapi hal ini Budiman Sudjatmiko mengatakan, “Bancakan dana desa ini, bisa
dihindari karena dana ada di kabupaten. Sementara penyusunan proposal pengajuan
anggaran ini, tidak berjalan sendiri. Ada pemerintah kota dan pemerintah
kabupaten yang melakukan pendampingan, termasuk penyusunan budgeting”.
Selain itu, menurut Priyo Budi Santoso, UU ini juga
diharuskan membentuk semacam DPR tingkat desa, namanya Badan Permusyawaratan
Desa. Anggotanya sekitar sembilan orang. "UU ini tidak memangkas
kewenangan Bupati atau Walikota atau Gubernur pada kepala desa," kata dia.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, meminta masyarakat
tidak khawatir dengan potensi penyimpangan dana triliunan rupiah ini sebab
setiap tahun akan dilakukan pengawasan sistem. Pemerintah, kata dia, akan
melakukan pengawasan dalam penetapan anggaran, evaluasi anggaran dan
pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, kata dia, ada juga audit dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa semua penyelenggara anggaran itu
setiap akhir tahun.
"Kalau BPK merekomendasi ada yang bersifat
administratif, tentu harus diselesaikan secara administratif. Kalau ada temuan
yang indikasi bersifat pidana dan merugikan negara, bisa saja BPK melanjutkan
kepada aparat penegak hukum," ujarnya.
Tak hanya itu, kata Gamawan, pemerintah juga akan segera
merumuskan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur mekanisme
pertanggungjawaban, pendistribusian uang, pengawasan dan mekanisme pencairan
dana.
Sementara, kata Gamawan, untuk pengoptimalisasian program
pemerintah ke desa, akan ada sedikit perubahan desain. Saat ini ada beberapa
kementerian dan lembaga yang langsung punya program di desa. Nantinya semua
dana-dana itu akan disatukan.
"Itu nanti yang kemudian diserahkan kepada desa. Nanti
langsung diturunkan kepada kabupaten, kemudian kabupaten yang mendistribusikan
ke desa berdasarkan kriteria yang sudah kita tetapkan," ujar Gamawan.
Kriteria itu, kata Gamawan, misalnya berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk,
letak kesulitan geografis, tingkat kemiskinan dan beberapa variabel lainnya.
Dana itu, kata Gamawan, akan diambil pada APBN 2015. Sebab,
dana APBN 2014 ini sudah disahkan peruntukannya. "Kami sepakat segera
(didistribusikan), makanya kami segera bentuk tim. Setelah selesai PP, nanti
alokasi daerah bisa saja tahun pertama 75 persen dan tahun kedua 25 persen.
Karena kami sudah komitmen," ujarnya.
Sementara menunggu APBN 2015, dana untuk desa ini diambil
dari Alokasi Dana Daerah. "ADD tetap berjalan. Program yang sudah
diputuskan 2014 itu tetap jalan," katanya.
Sementara di kantornya, Rabu 18 Desember 2013 pagi sebelum
RUU disahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta seluruh otoritas
terkait khususnya di tingkat wali kota dan bupati yang mengatur keuangan desa,
menggunakan anggaran tersebut dengan baik. "Hari ini secara khusus saya
meminta perhatian kabupaten dan kota, para bupati dan para wali kota, tentunya
para gubernur untuk memastikan bahwa anggaran itu betul-betul disalurkan dan
juga digunakan dengan baik," ujarnya.
Kepala Desa Harus belajar Pembukuan / Accounting
Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja
RUU Desa) Bachruddin Nasori menyatakan dengan ditetapkannya RUU Desa menjadi
UU, maka Kepala Desa harus belajar pembukuan (accounting). Sebab, dengan UU
Desa yang baru disahkan hari ini oleh DPR RI, dana sebesar 10 persen dari APBN
akan masuk langsung ke desa.
"Dengan disahkan UU Desa, Kepala Desa harus belajar
accounting karena kepala desa nanti akan menjadi pejabat pembuat komitmen.
Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena ketidakmengertiannya dalam
mengelola keuangan," kata Bachruddin usai rapat paripurna pengesahan RUU
Desa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
"Selama ini tidak pernah terpikirkan adalah APBN tidak
pernah masuk desa. Selama ini kementerian-kementerian menjadikan desa sebagai
objek dari proyek yang hasilnya diambil pusat," kata Bendahara Umum PKB
itu.
Alokasi dana ini diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan
di tingkat desa. Sebelum-sebelumnya, alokasi dana dari APBN belum menyentuh
sampai ke tingkat desa.
Disamping itu, dengan UU Desa ini, nantinya kepala desa
dapat mengambil kebijakan—secara mandiri—dalam mengelola potensi dan
pembangunan desanya, tanpa didikte oleh kepala daerah atau pemerintah pusat
seperti yang berlangsung selama ini.
Namun demikian, menurut Bacharuddin, dana sebesar itu (Rp 1
Miliar/tahun) mesti ada pertanggungjawabannya secara administratif. Oleh sebab
itu setiap kepala desa wajib menguasai akuntansi atau minimal pembukuan, agar
pemakaian dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Jika dari sisi data akuntansi tidak valid dikhawatirkan akan
banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi.
“Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena
ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan,” imbuh Bachruddin.
Melihat banyaknya pejabat kepala daerah yang terjerat kasus
korupsi, bukan tak mungkin jika ladang korupsi itu akan pindah ke Kantor-Kantor
Kepala Desa, setelah diberlakukannya UU Desa yang baru ini nantinya.
Oleh sebab itu, pihaknya menghimbau agar para Kepala Desa
beserta perangkatnya mulai sekarang belajar Accounting.
Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Barat, Kornel Syarif
Prawiradiningrat, mengingatkan agar para kepala desa yang akan segera
mendapatkan dan miliaran itu bersikap ektra hati-hati.
"Jangan sampai setelah menerima duit miliaran rupiah
lalu beberapa bulan kemudian berurusan dengan penegak hulum," ujar Kornel.
Ia mencontohkan, era otonomi daerah gara-gara salah urus soal keuangan telah
menyeret 525 bupati dan walikota berurusan dengan hukum.
Lalu, ia memberikan solusi jitu agar para kepala desa lepas
dari jeratan hukum. "Buat pembukuan yang baik, akuntabel dan
transfaran," Kornel menjelaskan.
Pembukuan yang baik yakni mencatat semua penerimaan dan
pengeluaran dengan detil. Misalnya, setiap pembelian barang harus ada
kuitansinya, barang yang dibeli harus sesuai peruntukannya.
"Tidak boleh ada yang disembunyikan dan dimainkan,
semua bukti-bukti dicatat secara benar dan lengkap," jelas Kornel.
Penutup
Dari sekian banyak Undang-Undang yang mengatur tentang Desa
sejak Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 memang Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun
2014 adalah yang terbaik. Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah
memiliki otonomi dalam mengatur pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang. Badan Permusyawaratan Desa sebagai unsur
pemerintahan Desa harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat
Undang-Undang agar Kepala Desa tidak terjebak dalam jeratan hokum. Masyarakat
Desa diharapkan juga ikut mengawasi dan mengambil peran aktif melalui musyawarah
desa agar pelaksanaan pembangunan bisa benar-benar efektif dan tepat sasaran
serta dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Artikel Terkait :
1. Download UU Desa No. 06 Tahun 2014
2. Download PP No. 43 Th. 2014
Artikel Terkait :
1. Download UU Desa No. 06 Tahun 2014
2. Download PP No. 43 Th. 2014
BalasHapusMERDEKA!!!
Dalam rangka memperigati hari kemerdekaan POKERAYAM turut memeriahkan dengan membagikan FREEBET kepada seluruh member setia kami "FREEBET 25RB SETIAP HARI!"
Promo HANYA berlaku dari 17agustus - 2september 2018
info selengkapnya hubungi kami
bbm: d8c0b757
WA : 081296089061
AGEN POKER TERPERCAYA POKERAYAM.COM